Pasal 317 KUHP

Pengaduan yang bersifat memfitnah diatur dalam pasal 317 KUHP yang lengkapnya berbunyi :

     Dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan surat pengaduan atau surat pemberitahuan yang palsu tentang seseorang kepada pejabat atau instansi pemerintah sehingga kehormatan atau nama baik seseorang itu terserang.

Ini adalah suatu pasal yang dikategorikan sebagai tindakan (hukum) pengaduan yang bersifat memfitnah (Lasterlijke aanklacht ). Yurisprudensi MARI No. 12/K/Kr/1979 tagl. 15 Oktober 1979 : memasukkan pengaduan palsu ( kepada kepala desa ) adalah fitnah

Pasal 317 KUHP ini adalah kasus fitnah, namun dengan pasal tentang fitnah yang lain bandingkan dengan pasal 220 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

Barangsiapa melaporkan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana, padahal diketahuinya bahwa hal itu tidak dilakukan, dianncam dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan.

Dalam pasal 220 KUHP disyaratkan pelapor saat melaporkan tahu bahwa tindak pidana yang dilaporkan tidak pernah dilakukan. Namun dalam pasal 317 KUHP tidak terdapat sarat tersebut, kapan dan siapa yang tahu bahwa laporan itu palsu tidak dipersoalkan..

Mungkin saja laporan itu palsu baru diketahui setelah ada putusan hakim ( yang mempunyai kekuatan hukum tetap tentunya ).

Pasal ini adalah peninggalam dari jaman kolonial Belanda disaat itu. Maksudnya untuk pengekangan terhadap kebebasan dalam berekspresi dan mengemukakan pendapat. Semangat untuk dapat merevisi sisa sisa kolonialisme patut kita hargai namun selama pasal ini belum dicabut dari KUHP maka pemberlakuan pasal ini tetap sah, disamping sekarang sudah ada aturan tersendiri perihal kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi yaitu undang undang tentang penyiaran dan pers.

Yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah orang yang dengan sengaja:

memasukkan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pejabat atau instansi pemerintah

menyuruh menuliskan suatu pengaduan yang palsu tetamg seseorang kepada pejabat atau instansi pemerintah

Sehingga kehormatan atau nama baik seseorang itu terserang atau tercemar.

Bahwa keterangan tersangka boleh boleh saja tidak mengakui adanya perbuatannya karena tidak termasuk dalam unsur pidana. Adanya pengakuan ataupun tidak dari tersangka tidak akan mempengaruhi kelengkapan unsur pidana. Termasuk pengakuan tersangka bahwa dia tidak tahu kalau pengaduannya itu tidak benar atau palsu. Namun bila dalam pemeriksaan ternyata pengaduannya palsu maka demi keadilan pasal ini dapat diterapkan.

Dalam mekanisme proses perkara pidana ada tahapan pelimpahan berkas kejajaran kejaksaan setelah penyidik polri beranggapan berkas sudah sempurna, artinya seluruh unsur pidana sudah terpenuhi. Namun tidak menutup kemungkinan ada perbedaan pendapat antara penyidik polri dan pihak kejaksaan dan berkas dikembalikan ke penyiadik dari kepolisiam untuk disempurnakan..

Menarik sekali apa yang telah disampaikan oleh pejabat tinggi Mabes Polri Nanan Soekarna ( Kadiv Humas POLRI ) tentang wacana penghapusan artikel P19 pada proses ataupun kelanjutan penyidikan suatu perkara yang dilimpahlan di Kejaksaan oleh penyidik Polri..( baca harian pagi Surya tanggal 15 Okyober 2009 hal 10 kolom 5 ).

Alasan usulan dihilangkannya P19 karena sudah menyimpang dari ketentuan KUHAP tentang tidak diaturnya mekanisme P19 di KUHAP.

Sebagamana dituturkan olehnya – KUHAP tidak mengatur meknisme P19. Seharusnya kalau penyidik yakin alat buktinya cukup ya dilanjutkan untuk dilimpahkan ke pengadilan. Kalau tidak yakin dihentikan penyidikannya.

Sehingga uji materiel di pengadilan yang akan menentukan terpenuhinya unrsur pidana ataupun tidaknya dalam dakwaan, artinya hakimlah yang akan menentukan apakah tindak pidana sudah ada ataupun tidak dalam perkara pidana yang diperiksanya.

Komentar sampaikan ke email di: http://www.adieb.net

9 Komentar (+add yours?)

  1. beny timor
    Agu 17, 2011 @ 02:02:25

    MAU TANYA BAGAIMANA PENJABaRAN DALAM PASAL 220 kuhp adapun jalanya cerita sbb : SI A memberikan Cek Pada Si B yang akan digunakan untuk membayar hutang karena adanya suatu kerjasama, setelah Cek diserahkan kepada B, selanjutnya si A membuat laporan kehilangan sehingga B Tidak dapat mencairkan cek tersebut, gmn pendapat saudara berkaitan dengan permasalahn ini trims

    Balas

    • Adieb
      Sep 01, 2011 @ 08:00:26

      Trims atas komentarnya. Yang pertama ingin ditegaskan adakah tanda terima penyerahan cek kepada B. kalau ada jelas itu suatu pelanggaran kerja sama dan merupkan tindak pidana dengan modus laporan palsu. Kalu tidk ada tanda terimanya coba cari alat bukti lain, misalnya sajksi, redaksi perjanjian kerja samanya dsb. Semoga balasan ni ada manfaatnya.

      Balas

    • M. NURHIMANSYAH
      Nov 09, 2012 @ 01:56:13

      B DAPAT MELAPORKAN A BAHWA DI TELAH MELAKUKAN PENIPUAN DENGAN CARA MEMBERIKAN CEK KEPADA B , TETAPI KEMUDIAN MEMBLOKIR CEK TERSEBUT( AKAL LICIK)

      Balas

    • Adieb
      Nov 16, 2012 @ 04:01:33

      Maaf agak terlambat balasannya karena kesibukan dalam menangani perkara. Kalau anda yakin bahwa cek itu “ hilangnya “ setelah disampaikan pada anda yang berarti dia sudah tahu bahwa laporannya adalah palsu maka dia sudah membuat laporan palsu kepada pejabat.

      Pasal 220 KUHP menyebutkan “ Barangsiapa melaporkan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu tindak pidana, padahal diketahuinya bahwa hal itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara maksimum satu tahun empat bulan. “

      Namun dalam pasal diatas ( lihat huruf yg dicetak miring ) dibutuhkan adayanya person yang diduga melakukan tindak pidananya. Bila hanya sekedar laporan kehilangan saja tanpa menyebut siapa pelakunya, menurut pendapat saya sulit diterapkan pasal 220 KUHP. Semoga bermanfaat kiranya.

      Balas

  2. Susanto
    Nov 16, 2011 @ 06:20:30

    Mau tanya, bila ada Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama dengan dalil-dalil yang berbohong, dan si Penggugat mengakui bahwa apa yang disampaikan itu adalah tidak benar, dapatkah hal ini dinyatakan melanggar pasal 317 KUHP. Terima kasih.

    Balas

  3. rudi manurung
    Nov 27, 2012 @ 02:48:11

    Mau tanya:contoh kasus: SI A dan Si B membuat kesepakatan (dan si B membuat surat pernyataan yg isinya mengakui tanah yg dibeli milik Si A dan si A tidak ada menanda tangani dalam surat tersebut) dibawah tangan ttg pengakuan jual beli sebidang tanah dan ditulis selembar surat bermaterai, dan surat ditangan Si A, berselang waktu keduanya selisih paham dan sehingga Si A melaporkan si B atas penipuan atau penggelapan stlh disidang PN Si B bebas, PT dan sehingga peutusan kasasi MA si B dihukum 1 tahun, bersamaan dengan itu Si B juga sdh melaporkan si A ke Polisi dgn alasan bhw Si A telah membuat laporan kehilangan atas surat pernyataan tersebut sehingga Si A laporan kehilang atas surat pernyataan itu palsu, …… pertanyaannya apakah Si B dapat menunut secara pidana (pasal 242 atau 220 KUHPidana) terhadap si A??

    Balas

    • Adieb
      Des 03, 2012 @ 02:39:39

      Dalam kasus yang saudara tanyakan yang terpenting adalah pembuktiannya nanti (- menurut apa yang saudara tulis bukti surat ada ditangan si A – ) baik di depan penyidik maupun dihadapan Majelis Hakim. Karenanya teliti dahulu putusan dari MA ( bukan amar putusannya ).

      Pasal 242 KUHP mengatur perihal memberikan keterangan palsu dibawah sumpah. Bila kiranya memenuhi semua unsur pidananya maka si B dapat saja melaporkan sebagai memberikan keterangan palsu ( dibawah sumpah ). Unsur pidana keterangan palsu adalah:
      1. Sengaja
      2. Suatu ketentuan undang undang yang mengharuskan adanya keterangan dibawah sumpah atau yang mempunyai akibat hukum ( Keterangan saksi di depan Majelis Hakim harus dibawah sumpah )
      3. Pemberian keterangan palsu ditujukan perihal kepalsuannya itu.

      Semoga jawaban ini bermanfaat kiranya…

      Balas

  4. Joko
    Jan 28, 2013 @ 17:53:11

    Permisi.. Saya mau tanya Pak…
    Sy ada kasus, kronologisnya spt ini :
    Sy mendapat telp dr tmn, bahwa ada panggilan dr pihak kepolisian ke kantornya, yg dipanggil ada 4 org, di antaranya nama sy, tuduhannya adalah tlh melakukan tindak pidana perbuatan tdk menyenangkan…
    Faktanya : ketika tjd keributan di restoran tmn sy, sy hny duduk diam, perbuatan yg sy lakukan adalah dgn sopan dan lembut sy mencoba menenangkan si pelapor untuk sabar dan diselesaikan dan kekeluargaan, si pelapor pun dgn ramah menjawab usul sy dgn kata setuju..
    Dlm panggilan kepolisian hny tertulis nama tengah sy, padahal nm sy ada 3 kata, lalu dlm laporan ditulis bhw sy adalah karyawan tmn sy, padahal sy bkn karyawannya, lalu panggilan dikirim ke alamat kantor tmn sy..
    Pertanyaan :
    Apakah tindakan sy benar bila saya tdk memenuhi panggilan kepolisian dgn alasan bhw nama tdk sesuai, alamat salah, dan status salah (sy bkn karyawan tmn sy)…?
    Apabila sy dtg memenuhi panggilan, dpt kah sy melaporkan balik si pelapor dgn tuduhan telah memfitnah dan mencemarkan nama baik ?
    Pusing Pak, mau niat baik malah dilaporkan… Hehehe… Terima kasih ya Pak atas jawaban ilmunya…

    Balas

    • Adieb
      Jan 29, 2013 @ 02:05:10

      Dh,

      Sebenarnya itu dapat ditangkis dalam eksepsi diacara persidangan, namanya kalau salah person yg dipanggil dalam istilah hukum “error in persona”.

      Dapat saja melapor balik melaporkan asalkan bukti yang akan disampaikan mendukung, yang penting laporan harus berdasarkan fakta ( misalnya mengajukan saksi, surat dsb ) dan tidak boleh didasarkan atas asumsi.

      Semoga jawaban ini bermanfaat kiranya.

      Adieb Mohammad SH

      Balas

Tinggalkan Balasan ke Adieb Batalkan balasan